Rabu, 20 Oktober 2010

Buku Kehidupan pencetus kebahagiaan....







Banyak  problema yang biasa dihadapi keluarga. Tidak sedikit keluarga yang menyerah atas “derita” yang sebetulnya diciptakannya sendiri. Di antaranya memilih perceraian sebagai penyelesaian. Kasus-kasus faktual tentang itu ada semua di masyarakat kita. Dan, masih banyak lagi kegelisahan yang melilit keluarga-keluarga di masyarakat kita. Namun, umumnya kegelisahan itu diakibatkan oleh menurunnya kemampuan mereka menemukan alternatif ketika menghadapi masalah yang tidak dikehendaki. Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mencari kunci yang bisa mengokohkan bangun keluarga kita dari hempasan arus zaman yang serba menggelisahkan. Dan, kata kunci itu adalah sakinah.

Istilah “sakinah” digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang berarti tempat tinggal. Jadi, mudah dipahami memang jika istilah itu digunakan Al-Qur’an untuk menyebut tempat berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya.

Mengacu pada surah Al-Fath ayat 4.bahwa,  kata sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu yang mampu melakukannya. Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan seseorang dapat menciptakan suasana tenang bagi orang lain.

Jadi, kata “sakinah” yang digunakan untuk menyifati kata “keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarga. Keluarga menjadi tempat kembali ke mana pun anggotanya pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat.






Dengan cara pandang itu, kita bisa pastikan bahwa akar kasus-kasus yang banyak melilit kehidupan keluarga di masyarakat kita adalah karena rumah sudah tidak lagi nyaman untuk dijadikan tempat kembali. Suami tidak lagi menemukan suasana nyaman di dalam rumah, demikian pula istri. Bahkan, anak-anak sekarang lebih mudah menemukan suasana nyaman di luar rumah. Maka, sakinah menjadi hajat kita semua. Sebab, sakinah adalah konsep keluarga yang dapat memberikan kenyamanan psikologis, meski kadang secara fisik tampak jauh di bawah standar nyaman.

Masalah demi masalah yang dilalui dalam perjalanan sejak pertama kali menikah adalah pelajaran berharga. Kita dapat belajar dari pengalaman orang tentang memilih pasangan ideal, menelusuri kewajiban-kewajiban yang mengikat suami-istri, atau tentang penyelesaian masalah yang biasa dihadapi keluarga. Semuanya sulit kita dapat dari buku. Hanya kita temukan pada buku kehidupan. Bagaimana kita dapat memahami istri seorang wanita karier, atau menghadapi suami yang banyak memberikan aturan yang membingungkan. Dan masih banyak lagi masalah keluarga yang seringkali sulit ditemukan jalan penyelesaiannya. Jadi, memang tepat jika rumah tangga itu diibaratkan perahu, sebab tak henti-hentinya menghadapi badai di tengah samudra luas kehidupan.






Salah satu diantara problema di zaman sekarang adalah masalah peran ganda suami istri dalam rumah tangga. yang mungkin ini adalah salah satu bentuk badai di tengah samudra luas kehidupan tersebut. 
  • Pada saat ini jumlah wanita yang bekerja di dunia termasuk Indonesia  meningkat pesat. Hal ini dikarenakan : Kesempatan wanita untuk mengenyam pendidikan tinggi  sebagaimana pria semakin besar.
  • Pelaksanaan kebijakan baru oleh pemerintah yang memberikan kesempatan yang besar untuk wanita  agar  berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi.
  • dan melajunya perkembangan ekonomi dan industri yang meningkatkan perubahan agar wanita bekerja.

Saat ini kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dalam keluarga di mana suami istri bekerja ketegangan-ketegangan akan  lebih sering muncul dibandingkan keluarga tradisional, di mana hanya suami saja yang bekerja dan istri menjaga keluarga di rumah. Ketegangan-ketegangan umumnya berasal dari peran-peran yang sering menjadi tidak jelas serta adanya tuntutan peran dari lingkungan. 

Seorang wanita menikah yang memutuskan untuk bekerja, peran yang dipikulnya pasti semakin bertambah, yakni peran sebagai istri, ibu dan peran sebagai pekerja.
Bagi seorang wanita yang bekerja sulit tentunya menjalankan dua peran yang bertentangan antara pekerjaan dan keluarga. Namun ketika istri bekerja peran suami juga bertambah dikarenakan adanya pembagian tugas dalam rumah tangga, tidak lagi hanya sebagai seorang pria yang mencari nafkah untuk keluarganya sesuai dengan harapan masyarakat, namun ia juga ikut dalam membantu urusan rumah tangga. Sehingga pada akhirnya peran-peran tersebut menjadi tidak jelas dan menimbulkan konflik.

Konflik peran ganda adalah konflik yang terjadi pada seseorang akibat dari dua atau lebih peran di mana pemenuhan salah satu peran dapat menghasilkan kesulitan bagi pemenuhan peran lain.
Konflik peran ganda akan terjadi pada seseorang jika pekerjaan dan keluarga menuntut perhatian yang sama besar sehingga ia mengalami ketegangan dalam peran pekerjaan dan rumah tangga yang ia jalani. 

Wanita sering mengalami konflik antara pekerjaan dan rumah yang lebih tinggi dibandingkan pria, namun pria juga mengalami kesukaran dalam membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan.  





Bagi seorang pria waktu bekerja mereka akan berkurang jika mereka harus ikut terlibat dalam urusan keluarga, sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab pada pekerjaan mereka. 






Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka semakin besar keinginannya untuk memasuki dunia kerja dan menjadi wanita karir. Persaingan akan meningkat jika suami istri memiliki pekerjaan dan karir yang bagus sehingga menimbulkan konflik antara pasangan tersebut. 

Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Melalui proses panjang, setiap anggota keluarga saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Penemuan itulah yang harus menjadi ruang untuk saling mencari keseimbangan. Makanya, keluarga sekolah yang tiada batas waktu. Di sana terjadi proses pembelajaran secara terus menerus untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi kedua belah pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua.






Proses belajar itu akan mengungkap berbagai misteri keluarga. Lebih-lebih ketika kita akan belajar tentang baik-buruk kehidupan keluarga dan rumah tangga. Tidak banyak buku yang memberi solusi jitu atas problema keluarga. Sebab, ilmu membina keluarga lebih banyak diperoleh dari pengalaman. Maka tak heran jika keluarga sering diilustrasikan sebagai perahu yang berlayar melawan badai samudra. Kita dapat belajar dari pengalaman siapa pun. Pengalaman pribadi untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga pengalaman orang lain selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.

Rumah tangga juga dua sisi dari keping uang yang sama: bisa menjadi tambang derita yang menyengsarakan, sekaligus menjadi taman surga yang mencerahkan. Kedua sisi itu rapat berhimpitan satu sama lain. Sisi yang satu datang pada waktu tertentu, sedang sisi lainnya datang menyusul kemudian. Yang satu membawa petaka, yang lainnya mengajak tertawa. Tentu saja, siapa pun berharap rumah tangga yang dijalani adalah rumah tangga yang memancarkan pantulan cinta kasih dari setiap sudutnya. Rumah tangga yang benar-benar menghadirkan atmosfir surga: keindahan, kedamaian, dan keagungan. Ini adalah rumah tangga dengan seorang nakhoda yang pandai menyiasati perubahan.






Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas cinta kasih yang diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-masing. Hanya ada satu tempat kembali, baik bagi anak, ibu, maupun bapak, yaitu rumah yang mereka rasakan sebagai surga. Bayangkan, setiap hari jatuh cinta. Anak selalu merindukan orang tua, demikian pula sebaliknya. Betapa indahnya taman rumah tangga itu. Sebab, yang ada hanya cinta dan kebaikan. Kebaikan inilah yang sejatinya menjadi pakaian sehari-hari keluarga. Dengan pakaian ini pula rumah tangga akan melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar