Sabtu, 25 September 2010

Ketika Istri Sang Wanita Karier........

Catatan seorang ayah...............






Sudah menjadi fitrah (bahkan kewajiban) jika seorang wanita harus mengutamakan perannya di dalam rumah tangga. Karena telah menjadi fitrah bagi sang lelaki untuk menghidupi keluarganya. Maka job desk ini dirasa sudah cukup adil. Namun tidak berarti seorang wanita tidak diijinkan berkhidmat untuk ummat yang membutuhkan sepak terjangnya di luar lingkup rumah tangganya. Asal berjalan seimbang, maka tidak ada masalah.




Mungkin beberapa tahun ke depan saya akan memutuskan untuk berkhidmat  di tempat kerja dan sekaligus di dalam rumah. Terlebih Allah mengijinkan saya dan istri memiliki tiga buah hati.. Karena saya ingin membangun peradaban manusia-manusia penerus impian ayah ibunya yang mungkin belum sempat terealisasi. Ya disinilah madrasah utama bermula yakni di rumah. Pembentuk akhlak seorang manusia. Saya akan  memilih jabatan sebagai seorang "ayah rumah tangga" yang harus mampu menjalankan kewajibannya di dua alam. Saya akan selalu berusaha agar mampu membangun amanah Allah ini untuk menjadi generasi Rabbani yang istimewa daripada menjadi seseorang yang diberi kesempatan hanya untuk membantu membangun sebuah negara menjadi lebih baik tapi keluarganya teracuhkan. Saya akan lebih memilih menjadi sosok  ayah yang sederhana daripada menjadi ayah dengan kesuksesan besar namun tidak bisa membentuk kontak
dan ikatan yang kuat dengan putra-putrinya. Sungguh karena saya ingin semua bermula baik dari madrasah utama saya., karena saya tidak mau menelantarkan amanah itu. Kesuksesan besar membutuhkan waktu yang besar pula untuk menjalaninya, konsekwensinya kontak dan ikatan akan menjadi lemah untuk keluarganya.





Teringat tentang keluhan seorang wanita di tempat saya bekerja. Seorang ibu dengan jam terbang tinggi. dalam bekerja di tempat pekerjaannya Karena terlalu sibuknya di luar rumah dari pagi sampai petang, maka apakah yang dituainya? Suatu ketika saat anak sulungnya merasa kelaparan, maka dengan lugunya dia bilang kepada sang ibu “Suster ambilkan saya makan!”. Terkejutlah sang ibu mendengarnya. Maka balik ditanyalah si anak siapa yang dia panggil suster.....?!  dan dengan entengnya si anak menjawab “KAMU…!!!” Subhanallah....





Tak ada yang tidak bisa dilakukan oleh seseorang, termasuk suami.  Dalam pekerjaan tertentu, bisa saja ia yang mengambil alih tugas sang istri. Bukan hanya dikala istri tengah lemah atau sakit, tapi menjadi kebiasaan yang akan kerap dilakukannya.  Bukanlah sebuah citra yang buruk, andai saja ia menemani sang istri berbelanja ke pasar misalnya, atau membantu di dapur, memasak, mencuci pakaian atau piring bahkan memandikan si kecil. Melainkan, adalah sebuah bentuk cinta dan penghormatannya pada istrinya. Bukankah Rasul telah berpesan bahwa sebaik-baik lelaki adalah yang memuliakan istrinya?
Menghormati atau memuliakan, bukan berarti memanjakan. Tapi mengerti dan sigap melihat ketika istri memerlukan pertolongan. Sehingga, tugas-tugas yang biasanya dilakukan istri, pada suatu waktu bisa dikerjakan oleh suami dengan penuh keikhlasan.






Menjadi "ayah rumah tangga" yang juga bekerja di dalam rumah, memang bukanlah hal yang mudah. Sangat menuntut kesiapan jasmani dan rohani.  Ada baiknya dilakukan pembicaraan di awal pernikahan untuk membuat sebuah komitmen bersama. Bukan untuk mencari pembenaran melainkan keseimbangan dalam rumah tangga. Karena, sesibuk apapun istri, ia tetaplah memiliki kewajiban untuk melayani suami sebaik-baiknya, dan menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya dikemudian hari.  Padanya tetap tertancap kewajiban sebagai perintah dari Allah SWT. Tapi apa boleh buat kalau ternyata kondisi menentukan lain.




Namun begitu, agar rumah tangga dapat berjalan harmonis, pengertian dari suami tetap diharapkan.  Bukan perkara mudah, karena sangat membutuhkan kesabaran dari pihak suami. Terlebih jika suami berasal dari kultur yang menganggap wanita itu hanya berkiprah diseputar 3M, ‘masak, manak (melahirkan, melayani suami), dan macak’ (berhias)’.  Sehingga, jika mendapatkan istri seorang wanita karir, yang tidak bisa stand by di rumah seperti yang diharapkannya, maka dalam hal inilah komitmen awal dibutuhkan.  
Satu yang terpenting dalam sebuah rumah tangga adalah hendaknya selalu berpegang pada al Qur’an dan hadits Rasulullah.  Ketakwaan menjadi kunci utama, bukan egoisme dan dominasi peran.  Semua membutuhkan kesabaran, agar pengertian dapat tercipta.






Meniti karir di luar namun melupakan madrasah utamanya yang semestinya harus dijaga. Apapun alasan yang bisa diberikan untuk mengutamakan karir, maka saya sebagai seorang ayah tidak akan menerimanya jika kondisi di dalam rumah saya tidak bisa terorganisir dengan baik. Salah besar jika seorang istri karier berucap.." oke saya akan menjadi ibu rumah tangga dan berhenti bekerja tapi ayah harus dapat menutupi semua apa yang telah saya lakukan untuk keluarga". Ini bukan suatu penyelesaian melainkan menjadi sebuah hukuman buat seorang ayah.







Akhirnya.................hanya dengan kekuatan dan kesabaran diri dalam kita ber ikhlas adalah merupakan topangan hidup untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki, semoga...........






Sabtu, 18 September 2010

Sayonara Ramadhan.......

Coba tuk bersenandung dalam hati .......dipenantian keberkahan 'Ied.



Hari ini –di tengah-tengah kebahagiaan semua orang- rasanya menjadi nikmat tersendiri untuk mendiami ruang-ruang sunyi muhasabah; memahami makna ‘Ied yang membahagiakan itu, serta mengevaluasi amal-amal yang terjalani. Semoga dapat menjadi awal pembenahan-pembenahan dari celah-celah yang masih ternganga sehabis Ramadhan. Lalu, sejatinya inilah yang kemudian tersimpul, bahwa ‘Ied hanyalah menjadi hak mereka yang telah berhasil lulus dengan predikat terbaik dari Madrasah Ramadhan, terbaik dalam niatnya, juga amalnya. Maksudnya, ianya menjadi hak mereka yang bersungguh-sungguh mengejar keutamaan Ramadhan, berlelah-lelah jasad dan berbasah-basah gerimis tangis menikmati ibadah di dalamnya, disertai penjagaan ketat agar niat-niat tak jadi tersimpang salah. Inilah yang disebut, mereka yang taat dan taqwanya kepada Allah bertambah.

 
Kalau kita perhatikan seksama, ada kaidah alamiah yang begitu adil. Ukuran kebahagiaan yang sesungguhnya –yang tentram bersemayam dalam jiwa-, sesungguhnya tergantung seberapa besar ikhtiyar-ikhtiyar yang dijalaninya untuk meraihnya. Sebagaimana ingatan pada sabda Rosul; pahala seseorang tergantung pada kadar upayanya. Pada satu sisi, mereka yang senantiasa mengejar keutamaan ibadah mendapati kebahagiaan tertingginya. Tidak hanya kebahagiaan yang nampak, namun kebahagiaan yang menentramkan jiwa, kemudian menggerakkan amal-amal shalih. Inilah yang disebabkan keberkahan ‘ied. Inilah yang disebut, mereka yang taat dan taqwanya kepada Allah bertambah.


Setiap Habis Ramadhan
Setiap habis Ramadhan
Hamba rindu lagi Ramadhan
Saat – saat padat beribadah
Tak terhingga nilai mahalnya
Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan
Setiap habis Ramadhan
Rindu hamba tak pernah menghilang
Mohon tambah umur setahun lagi
Berilah hamba kesempatan


Reff: Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan
Sekeluarga, sekampung, senegara
Kaum muslimin dan muslimat se dunia
Seluruhnya kumpul di persatukan
Dalam memohon ridho-Nya


posting lirik dari Bimbo





Sebelas bulan Kita kejar dunia, kita umbar napsu angkara..
Sebulan penuh Kita gelar puasa, kita bakar segala dosa..
Sebelas bulan Kita sebar dengki dan prasangka,
Sebulan penuh Kita tebar kasih sayang sesama..
Dua belas bulan Kita berinteraksi penuh salah dan khilaf,
Di Hari suci nan fitri ini, Kita cuci hati, Kita buka pintu maaf.





Di hamparan sedalam-dalam renungan, sambung-menyambung tanya membentang. Namun inilah intinya; apakah kita termasuk yang lulus Madrasah Ramadhan dengan predikat terbaik itu, yang taat dan taqwanya kepada Allah bertambah?” Belum sempat kita menjawab, kita dihadapkan pada yang berikutnya; apakah kita sudah meniti jalan-jalan menuju keberkahan, dengan menjaga dan meningkatkan amal-amal kita? Ataukah kita hanya terlena-lena lalu tidak pernah bersemangat mengejarnya, setelah sekian banyak ketelanjuran yang disalahkan? Dan sesekali, kita coba bertanya sama dengan sudut pandang yang lain; apakah kita berhak mendapati keberkahan setelah amal-amal yang kita tunaikan? Ataukah kita hanya berharap-harap sementara tak dijemput dengan gerak yang bersigap?




Jawabnya, tidak cukup dipercaya dari kata lisan hari ini. Ianya tertampak dari kepribadian kita; akhlaq kita, hari ini, esok, bulan depan, tahun depan, hingga ujung usia ...semoga Allah karuniakan kepada kita khusnul khatimah. Yah.... sulit memang. Namun sederhananya begini; tanda lulusnya kita dari Madrasah Ramadhan ini adalah jika kita berbeda dengan kita sebulan yang lalu –sebelum Ramadhan-. Tentu saja, berbeda dalam amal dan akhlaq, bukan sekedar berbeda dalam tampilan kasat mata.Ya......tentunya perbedaan yang positif.
.

Semoga renungan ini mengajak kita memetik berkahnya hikmah Ramadhan. Sejak hari ini, insyaallah kita kembali suci fitri, seolah-olah seperti bayi yang baru saja dilahirkan. dan semoga renungan ini pun menjadi pengantar dan pendamping kita menjalani hari-hari selanjutnya agar senantiasa bersama jernihnya kebaikan-kebaikan. 


Akhir kata; ‘ied mubarak. TaqabalaLlahu minna wa minkum, taqabal Ya Karim. Minal aidin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin…..(Popoh Hapadoh dan Keluarga)

  

 
“Hari ini kuhitung amalku yang telah kulakukan. terimalah kebajikanku.... ampunkan segala dosaku dan keluargaku. Ya Allah, kabulkanlah do’a ku.”............amin.








Senin, 06 September 2010

Renungan Idul Fitri: Rindu Ramadhan......



Bagi mereka yang khusyuk dalam shaum dan qiyamullail-nya pasti juga merasakan sedih, mengingat bulan Ramadhan yang akan segera mencapai penghujungnya. Diatas sajadah masjid tempat itikaf, mereka akan banyak menangis, mengenang detik-detik yang seakan terlalu cepat berlalu, dalam bulan suci nan syahdu yang datangnya hanya setahun sekali ini. Makin berat dada mereka, disaat tersadar, bahwa tahun depan belum tentu masih ada umur dan kesempatan, sehingga mereka bisa mengulang lagi kebersamaan ibadah, kemesraan berkhalwat dengan Allah, sebagaimana bulan Ramadhan kali ini.

Bila Lebaran diadakan untuk mereka yang rindu berjumpa dengan Allah, tentu perayaannya harus dilakukan secara khusyuk, penuh kerendahan hati. Jika ada saatnya menikmati hidangan istimewa atau gelak tawa dikala silaturrahmi, itupun semata-mata hanya sebuah momen untuk menambah ungkapan syukur, atas limpahan berkah dan rahmat-Nya yang sungguh tak terkira, dikala sebelum, sedang dan sesudah kita merayakan Idul Fitri kelak. Maka ziarah kuburpun- bagi sebagian orang yang kerap melakukannya saat Lebaran- akan menjadi sebuah saat permenungan, bahwa kitapun kelak tak akan pernah merayakan Lebaran lagi, menikmati ibadah Ramadhan lagi, sebagaimana mereka yang telah pergi.





  
Duhai hati…
Kurendam engkau di air kelapangan jiwa
Kukerik kerak yang mulai mengeras
Kucuci hingga suci tak bernoda
Kujemur di bawah cahaya Ilahi

Duhai hati…
Itulah hasratku
Itulah kehendakku
Itulah ‘azam­-ku
Itulah visi dan misiku

Duhai hati…
Tapi diri ini lebih senang menunda
Semua jadi teori dan omong kosong belaka
Cuma desain tanpa implementasi nyata
Hebat kata-kata namun hampa adanya


Setiap kita tentu tulus saat menulis maupun mengucapkan permohonan maaf kala Idul Fitri tiba.

Setiap kita tentu tulus saat melafalkan kalimat pemberian maaf kepada orang yang mengharap maaf kita kala Idul Fitri datang.

Tak peduli dengan jatuhnya gengsi, permintaan maaf harus kita haturkan bila memang kita bersalah, tanpa perlu berbelit-belit membuat argumentasi pembenaran perilaku diri.
Tak peduli apa pun sikap orang lain—apakah mereka minta maaf atau tidak—pemberian maaf seharusnya kita curahkan kepada siapa pun. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa sepanjang penelitiannya, beliau tidak pernah menemukan dalam Al-Qur’an perintah meminta maaf. Ayat-ayat yang ditemukan adalah perintah atau permohonan agar memberikan maaf.


خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ


Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. (QS. al-A‘râf [7]: 199)




 

Akhirnya ku ucapakan selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, mohon maaf lahir dan bathin........

Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuuh........

Popoh Hapadoh dan Keluarga.